Rabu, 15 April 2009

NASKAH KUNA PADA MASA PRA-ISLAM
Naskah kuno pada masa PraIslam sebagaian besar terdapat di mandala. Mandala adalah komleks tempat kegiatan keagamaan pada pra Islam. Para pendeta melakukan kegiatan sehari-hari yang bertalian dengan pendidikan agama, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan menerima kunjungan pejabat negara dan rakyat pada umumnya. Diakui keberadaanya, dilindungi keberadaaanya dan dijamin kehidupanya oleh raja penghuninya biasa di sebut nu keur tapa di mandala (sedang bertapa di mandala), disebut pula Kabuyutan.(Ensiklopedi Sunda-2000)
Salah satu contoh mandala adalah kabuyutan Ciburuy yang berada di kampung Ciburuy desa pamalayan Kecamatan Bayongbong (Ensiklopedi Garut,2007). Luas area situs Ciburuy saat ini adalah 600 m2. Berada di kaki gunung Cikuray atau pada jaman dulu disebut ”Gunung Larang Srimanganti” (Darsa, A Undang, 2008), berjarak 4,5 km dari kecamatan Bayongbong atau 17,5 km dari pusat kota Garut. Lalu kenapa kabuyutan Ciburuy di sebut mandala?
Setalah beberapa kali penulis berkunjung ke tempat tersebut, di dalam situs Ciburuy terdapat enam bagian tempat yaitu: Patamuan berguna sebagai tempat menerima tamu. Setiap tamu yang akan berkunjung ke area situs Ciburuy harus diterima terlebih dahulu di ruangan ini. Selain itu ruangan patamuan digunakan sebagai ruang serba guna, karena pada saat upacara seba para ibu memasak di tempat ini berikut menyimpan makanan yang telah di sediakan serta pada saat mengawali malam puncak upacara seba dilaksanakan pula di tempat ini. Padaleman, merupakan tempat yang sangat suci. Saat in tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat penyimpanan benda pusaka, tetapi dimungkinkan pada jaman dahulu tempat ini dipergunakan sebagai tempat pembelajaran. Karena untuk memasuki tempat ini harus melewati tiga tempat. pangalihan tempat penyimpanan sementara benda pusaka pada saat ruang padaleman dibersihkan ,pangsolatan dahulunya tempat solat. Leuit tempat penyimpanan padi, saung lisung tempat menumbuk padi.
Pada jaman kerajaan pra Islam mandala merupakan tempat yang sangat penting bagi kejayaan suatu kerajaan. Hal ini didasarkan pada pertama adanya istilah “Sing saha raja anu teu bisa miara kabuyutan, lir ibarat kulit careuh nu dipiceun kana runtah “ Siapapun raja yang tidak bisa menjaga mandala, maka ia bagaikan kulit musang yang di buang kedalam sampah (Darsa, A Undang, 2009), jadi alangkah hinanya seorang raja yang menelantarkan mandala, sampai-sampai di samakan dengan kulit seekor binatang.
Kedua “Apabila sebuah mandala pada satu kerajaan telah dikuasai musuh, maka kerajaan tersebut telah kalah perangan dan menjadi penguasaan musuh, meskipun pusat kerajaanya belum di kuasai musuh. Meskipun pusat kerajaanya sudah di kuasai musuh tapi mandalanya masih terkuasai, maka kerajaan tersebut belum dinyatakan kalah perang
Periodeisasi mandala didasarkan pada keberadaan kerajaan praislam. Untuk di sunda berarti dimulai pada saat kerajaan tarumanagara berdiri dari abad ke 5 sampai 1567 masehi. (Gubernur Jawa Barat Dari Masa ke Masa, 2007). Dalam mandala kenaikan tingkat di dasarkan pada penguasaan materi. Adapun materi ajarnya tentang agama, ilmu pengetahuan dan bela diri. Pada saat media tulis yang di gunakan adalah daun yaitu jenis palem-paleman seperti lontar dan nipah Sangat dimunmgkinkan kita menemukan keberadaan naskah di tempat lain, tapi itu kemungkinanya sangat kecil, karena tingkat keasaman daun-daunan sangat tinggi jadi cepat rusak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar